Selasa, 24 Januari 2017

FIQH-THAHARAH



“MAKALAH THOHAROH”
(Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh)

Dosen Pengampu :
H.Suyud Arif, Drs., M.Ag.


disusun oleh :
ü  Dini Haryani
ü  Reni Wulanningsih
ü  Siti Halimah
ü  Siti Nurjannah


Kelas : PAI  II B
Kelompok : 2

Pendidikan Agama Islam
Fakultas Agama Islam
Universitas Ibn Khaldun Bogor
2015




KATA PENGANTAR

Segala Puji kami persembahkan hanya untuk sang maha pencipta nan Agung yang telah bertanggung jawab dalam penciptaan langit dan bumi seluruh alam ini Allah SWT. Shalawat serta salam senantiasa kita haturkan kepada junjungan kita Nabi Allah Muhammad SAW yang telah menyelamatkan kita dari zaman jahiliyah menuju zaman terang benderang dengan islam.
Makalah ini bertema kan “THOHAROH”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah FIQH Program Studi Pendidikan Agama Islam S-I Fakultas Agama Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor.
Dalam menyelesaikan Makalah ini, Kami telah banyak mendapatkan bantuan dan masukannya dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1.      Bapak H.Suyud Arif, Drs., M.Ag. selaku Dosen Mata Kuliah Fiqh yang telah memberikan tugas mengenai makalah ini sehingga pengetahuan kami dalam Ilmu serta Makalah ini semakin bertambah.
2.      Kedua Orang Tua kami, yang senantiasa memberikan do’a serta dukungan baik moril maupun materil.
3.      Dan kepada semua pihak yang telah banyak membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dalam penulisan maupun penyusunan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna memperbaiki kesalahan dimasa yang akan datang. Akhir kata semoga Makalah ini bisa menambah ilmu serta wawasan kita dan bermanfaat khususnya bagi penyusun umumnya pagi pembaca amiin.

Bogor, 01 November 2016

Penyusun
DAFTAR ISI
JUDUL.........................................................................................................................................
KATA PENGANTAR...............................................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................................................
                                  
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang                                                                                                                  
B.     Rumusan Masalah.............................................................................................................
C.     Tujuan ...............................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Thoharoh.........................................................................................................
B.     Syarat-syarat Wajib Thaharah...........................................................................................
C.     Macam-macam Thoharoh                                                                                                  

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan                                                                                                                       
B.     Saran                                                                                                                                 

DAFTAR  PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang  Thaharah merupakan miftah (alat pembuka) pintu untuk memasuki ibadah shalat. Tanpa thaharah pintu tersebut tidak akan terbuka. Artinya tanpa thaharah, ibadah shalat, baik yang fardhu maupun yang sunnah, tidak sah. Karena fungsinya sebagai alat pembuka pintu shalat, maka setiap muslim yang akan melakukan shalat tidak saja harus mengerti thaharah melainkan juga harus mengetahui dan terampil melaksanakannya sehingga thaharahnya itu sendiri terhitung sah menurut ajaran ibadah syar’iah. Dalam hukum Islam bersuci dan segala seluk beluknya adalah termasuk bagian ilmu dan amalan yang penting, terutama karena diantaranya syarat-syarat sholat telah ditetapkan bahwa seseorang yang akan melaksanakan sholat, wajib suci dari hadas dan suci pula badan, pakaian dan tempatnya dari najis. Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari sesuatu (barang) yang kotor dan najis sehingga thaharah dijadikan sebagai alat dan cara bagaimana mensucikan diri sendiri agar sah saat menjalankan ibadah. 
B. Rumusan Masalah  Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Apa yang dimaksud Thaharah? 2. Sebutkan dan Jelaskan Syarat Wajib Thaharah? 3. Apa Saja Macam-macam Thaharah? 
C. Tujuan  Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui Pengertian Thaharah 2. Mengetahui Syarat-syarat Thaharah dan Penjelasannya. 3. Mengetahui Macam-macam Thaharah.  

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Thoharoh   Thaharah menurut bahasa berarti bersuci. Menurut syara’ adalah membersihkan diri, pakaian, tempat, dan benda-benda lain dari najis dan hadats menurut cara-cara yang ditentukan oleh syariat islam. Thaharah merupakan persyaratan dari beberapa macam ibadah. Oleh karna itu bersuci menjadi masalah penting dalam ajaran islam. Tata cara bersuci yang diajarkan islam dimaksudkan agar manusia menjadi suci dan bersih, baik lahir maupun batin. Thaharah menempati kedudukan yang penting dalam ibadah. Misalnya, setiap orang yang akan mengerjakan salat dan tawaf diwajibkan terlebih dahulu berThaharah, seperti berwudhu, tayamum atau mandi. 
 Firman Allah SWT :
( َ ي ه ِر
ِّ هَ طَ ُ م ت
ْ ال ُّ بِحُ يَ و
َ هِ ابي َّ ى
َّ الت ُّ بِحُ ي
ََّ اللَّ
) ٢٢٢ َّ نِ إ 
 Artinya :  “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS.Al- Baqarah:(222)1) 
 Apabila badan, tempat, atau perlengkapan lain terkena najis, hendaknya dibersihkan  untuk mendapat kesehatan dan akan disenangi oleh sesamanya. Allah SWT mencintai orang-orang yang membersihkan diri serta lingkungannya. Orang-orang yang suci adalah orang yang membersihkan dirinya dari segala najis, hadas, dan kotoran.   

B. Syarat - Syarat Wajib Thaharah  Apabila badan, pakaian, ataupun suatu tempat terkena najis, maka ia wajib dibersihkan. Berdasarkan firman Allah SWT, 
 "Dan bersihkanlah pakaianmu." (QS.Al-Muddatssir:(4):74) 
Begitu juga firman Allah SWT,  
Artinya “Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i’tikaf, yang ruku’ dan sujud”. (QS.Al-Baqarah: (125)1)  Jika pakaian dan tempat wajib dibersihkan, maka membersihkan badan adalah lebih utama. Karena, ia lebih diutamakan bagi orang yang hendak shalat. Siapa yang wajib melakukan shalat, maka ia wajib melakukan thaharah. Kewajiban ini bergantung kepada sepuluh syarat, yaitu:  1. Islam  Ada pendapat yang mengatakan bahwa syarat pertama ialah sampainya dakwah Islam kepada orang yang bersangkutan. Berdasarkan pendapat ini, maka thaharah tidak wajib bagi orang kafir. Namun berdasarkan pendapat yang kedua, orang kafir juga wajib melakukan thaharah. Perbedaan pendapat ini terjadi akibat dari

perbedaan pendapat mengenai prinsip ushul, yaitu apakah orang kafir diperintahkan melakukan hukum-hukum cabang syariah atau tidak. Jumhur ulama mengatakan bahwa orang kafir diperintahkan melakukan hukum-hukum cabang ibadah. Ini artinya mereka akan dihukum di akhirat dengan hukuman tambahan selain hukuman meninggalkan keimanan kepada Allah.  Oleh sebab itu, mereka akan menghadapi dua hukuman, yaitu hukuman karena tidak beriman dan juga hukuman karena meninggalkan hukum-hukum cabang agama. Madzhab Hanafi mengatakan bahwa orang kafir tidak diperintahkan melakukan hukum- hukum cabang syariat. Oleh sebab itu, di akhirat nanti mereka hanya dikenakan satu hukuman, yaitu hukuman karena meninggalkan keimanan. Jadi, perbedaan pendapat ini adalah mengenai hukuman di akhirat. Namun, kedua belah pihak sependapat untuk mengatakan bahwa pertikaian pendapat mereka tidak menimbulkan pengaruh apa pun mengenai hukum- hukum di dunia. Oleh sebab itu, orang kafir selagi mereka kafir, mereka tidak sah menunaikan ibadah. Jika mereka masuk Islam, maka mereka tidak dituntut melakukan qadha. Berdasarkan ketetapan ini, maka tidak sah shalat yang dilakukan oleh orang yang kafir. Hal ini disepakati oleh seluruh ulama (ijma). Jika seorang murtad kembali menganut Islam, maka dia tidak perlu mengqadha shalat- shalat yang ditinggalkannya semasa murtad. Ini adalah menurut pendapat jumhur. Tetapi menurut ulama Syafi’i, ia wajib melakukan qadha. 
2. Berakal  Thaharah tidak diwajibkan bagi orang gila dan orang yang pingsan, kecuali jika mereka sudah siuman ketika waktu (shalat) masih ada. Adapun orang yang mabuk, tetap diwajibkan berthaharah. 
 

3. Baligh  Tanda baligh ada lima, yaitu mimpi, tumbuh bulu, datang haid, mengandung, dan mencapai umur 15 tahun. Ada pendapat yang mengatakan 17 tahun. Abu Hanifah mengatakan umur baligh adalah 18 tahun. Oleh sebab itu, anak-anak tidak wajib thaharah. Apabila anak-anak itu telah sampai umur tujuh tahun, hendaklah mereka disuruh melakukan thaharah. Apabila umur mereka mencapai 10 tahun, hendaklah mereka dipukul jika tidak mau ber- thaharah. Apabila seorang anak sedang mendirikan shalat kemudian dia menjadi baligh dalam waktu shalat yang masih tersisa atau dalam masa shalat itu, maka menurut ulama Madzhab Maliki dia harus mengulangi thaharah dan shalatnya. Tetapi menurut Imam Syafi’i, anak tersebut tidak diwajibkan thaharah. 4. Berhentinya Darah Haid dan Nifas 5. Masuknya Waktu 6. Tidak Tidur 7. Tidak Lupa 8. Tidak Dipaksa  Menurut Ijma ulama, orang yang tertidur, orang yang terlup dan orang yang dipaksa harus mengqadha shalat yang terlewat 9. Ada Air atau Debu yang Suci  Apabila kedua benda ini tidak ada, maka seseorang itu harus mendirikan shalat dan mengqadhanya setelah mendapati air atau debu. Ada pendapat yang mengatakan bahwa ia tidak perlu mengqadha, dan ada pula pendapat yang mengatakan bahwa ia tidak perlu shalat, tetapi wajib mengqadhanya. 10. Mampu Melakukan Thaharah Sesuai Kemampuan   

C. MACAM-MACAM THAHARAH    Beberapa macam thaharah yang akan dibahas diantaranya yaitu wudlu, mandi dan tayammum. Untuk perinciannya akan kami bahas lebih lanjut sebagai bertikut:
1. Wudlu   Wudlu menurut bahasa itu sebutan untuk pembersihan sebagian anggota badan. Adapun menurut syara’, wudlu adalah sebutan untuk pembersihan bagian-bagian tertentu dengan niat yang tertentu.  a. Fardlu wudlu  Fardlu wudlu ada 6 yaitu: 1) Niat 2) Membasuh Wajah 3) Membasuh kedua tangan beserta dua siku 4) Mengusap sebagian kepala 5) Membasuh dua kaki sampai mata kaki 6) Tertib
b. Syarat wudlu   Syarat wudlu yaitu hal-hal yang harus terpenuhi sebelum melaksanakan wudlu. Ulama yaitu Sayyid Ahmad telah mengemukakan beberapa syarat wudlu seperti: 1) Islam 2) Cerdas, tidak gila 3) Suci dari haid dan nifas 4) Bersih dari hal-hal yang menghalangi atau mencegah mengalirnya air sampai kekulit 5) Anggota wudlu tidak mengandung hal yang dapat merubah sifat air 6) Mengerti kepardluan wudlu 7) Air yang suci

8) Menghilangkan najis yang terlihat 9) Mengalirkan air di seluruh anggota wudlu c. Sunnah wudlu  Sunnah wudlu merupakan hal yang ketika dilakukan pada saat wudlu dan mendapat pahala serta tidak berdosa jika ditinggalkan. Diantaranya yaitu :  1) Bersiwak 2) Membasuh kedua telapak tangan 3) Berkumur 4) Menghisap dan menyemprotkan air dari lubang hidung 5) Mengulangi rukun sebanyak tiga kali 6) Mengusap seluruh kepala  
d. Hal-hal yang membatalkan wudlu   Beberapa hal yang dapat merusak wudlu diantaranya yaitu:  1) Segala sesuatu yang keluar dari qubul atau dubur 2) Hilangnya akal kecuali sebab tidur yang tetap duduknya 3) Bertemunya dua kulit laki-laki dan perempuan yang sudah baligh dan berlainan jenis 4) Menyentuh qubul atau lubang dubur dengan telapak tangan atau ujung jari bagian dalam.  2. Mandi   Mandi secara bahasa adalah mengalirkan air ke segala sesuatu baik badan, pakaian dan sebagainya tanpa diiringi dengan niat. Sedangkan menurut syara’ mandi yaitu mengalirkan air ke seluruh anggota badan dengan niat tertentu. Dalam islam, mandi atau Al Ghusl memiliki posisi yang cukup urgen. Hal ini  mengingat mandi bertujuan untuk menghilangkan hadats atau

kotoran yang tidak bisa dihilangkan hanya dengan wudlu. Namun mandi yang dimaksud disini tentunya memiliki karakteristik serta aturan yang berbeda dari mandi yang hanya untuk membersihkan badan dari kotoran yang melekat di tubuh. Berikut beberapa hal yang menyangkut mandi dalam Islam: a. Hal yang mewajibkan mandi  1) Bertemunya dua kemaluan 2) Keluarnya mani 3) Haid 4) Nifas 5) Wiladah 6) Meninggal dunia  
b. Fardlu Mandi  Fardlu mandi ada tiga yaitu 1) Niat 2) Membersihkan najis yang ada diseluruh anggota tubuh 3) mengalirkan air hingga mengenai seluruh anggota tubuh 
c. Sunnah Mandi  Beberapa sunnah mandi yang dianjurkan adalah lima perkara, yaitu: 1) Membaca basmalah 2) Berwudlu sebelum melakukan mandi 3) Menggosok-gosokkan tangan pada tubuh 4) Berturut-turut 5) Mendahulukan anggota sebelah kanan  
d. Syarat Mandi (al-Ghusl) 1)  Islam 2) Cerdas, tidak gila

3) Suci dari haid dan nifas 4) Bersih dari hal-hal yang menghalangi atau mencegah mengalirnya air sampai kekulit 5) Anggota wudlu tidak mengandung hal yang dapat merubah sifat air 6) Mengerti kepardluan wudlu 7) Air yang suci 8) Menghilangkan najis yang terlihat 9) Mengalirkan air di seluruh anggota wudlu
e. Mandi-mandi yang disunnahkan 1) Mandi ketika akan melaksanakan shalat Jum’at 2) Mandi ketika akan melaksanakan shalat Hari Raya 3) Mandi Karena Islamnya Orang Kafir 4) Mandi Karena Sembuhnya Orang Gila Serta Berpenyakit Ayan  
3. Tayammum   Menurut bahasa, tayammum adalah menyengaja ( ). دصقلا Sedangkan menurut ishtilah yaitu mengusapkan debu pada wajah dan kedua tangan dengan niat tertentu. Tayammum yaitu sebuah ritual penyucian diri dari hadats dengan menggunakan debu sebagai pengganti air dikarenakan beberapa sebab atau hal tertentu. 
A. Sebab-sebab Tayammum Terbagi Menjadi dua Kategori 1) Tayammum yang wajib mengulangi sholat yang telah dilakukan seperti tayammum karena tidak adanya air di tempat yang biasanya terdapat air melimpah, lupa meletakkan air, hilangnya air dari tempatnya dan sebagainya.
10 
2) Tayamum tidak diwajibkan untuk mengulangi sholat yang telah dilakuakan seperti tayammum karena tidak ada air di tempat yang sudah biasa tidak ada airnya dan kebutuhan akan air tersebut untuk diminum atau dijual untuk memenuhi kebutuhan, tidak adanya air kecuali dengan harga tertentu dan tidak ada uang untuk membeli atau akan dipergunakan untuk kebutuhan lain. 
B. Fardlu Tayammum Terbagi Lima 1) Memindahkan debu dari tanah atau udara kebagian yang diusap 2) Niat 3) Mengusap Wajah 4) Mengusap dua tangan kedua siku dan tertib 
C. Sunnah Tayammum 1) Bersiwak 2) Membaca Basmalah 3) Mendahulukan Anggota Kanan 4) Berturut-Turut (Tertib) 5) Menipiskan debu pada Telapak Tangan 
D. Hal-hal yang membatalkan Tayammum 1) Hadats 2) Murtad 3) Mengira Telah Ada Air diluar Shalat 4) Mengerti Tentang Keberadaan Air 5) Mampu Membeli Air    
11 
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan   Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Kebersihan yang sempurna menurut syara’ disebut thaharah, merupakan masalah yang sangat penting dalam beragama dan menjadi pangkal dalam beribadah yang menghantarkan manusia berhubungan dengan Allah SWT. Tidak ada cara bersuci yang lebih baik dari pada cara yang dilakukan oleh syariat Islam, karena syariat Islam menganjurkan manusia mandi dan berwudlu. Walaupun manusia masih dalam keadaan bersih, tapi ketika hendak melaksanakan sholat dan ibadah-ibadah lainnya yang mengharuskan berwudlu, begitu juga dia harus pula membuang kotoran pada diri dan tempat ibadahnya dan mensucikannya.
B. Saran  Dengan adanya makalah ini diharapkan bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Namun, makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu penulis berharap pembaca memberikan saran agar makalah ini menjadi sempurna.




Daftar Pustaka

1.      Al-Qur’anul karim
2.      Terjemah Bulughul Maram min Adilatil Ahkam karya Ibnu Hajar Al-Asqalani
3.      Pengantar Studi Fikih Islam/Dr.Muhammad Yusuf Musa;Penerjemah: Muhammad Misbah, Lc., M.Hum; Editor Achmad Zirzis, Lc; cet. 1-Jakarta:Al-Kautsar,2014.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar