MAKALAH AKHIR SEMESTER
Nama
Mahasiswi : Siti Halimah
NPM :
15110409021
Fakultas : Agama Islam
Semestert/Jurusan : III/PAI
Mata
Kuliah :
Ilmu Tasawuf
Dosen
Pembimbing : DR.K.H.MA.Badruddin HS,M.H.I
|
SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF
MASA RASUL, SAHABAT, TABI’IN

FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS IBN KHALDUN
BOGOR
THN 2016 M/1437 H.
DAFTAR ISI
PENGANTAR...................................................................................................................
DAFTAR ISI .....................................................................................................................
A.
PENDAHULUAN.................................................................................................
B.
PEMBAHASAN....................................................................................................
1.
Sejarah Tasawuf Masa Rasul...................................................................
2.
Sejarah Tasawuf Masa Sahabat..............................................................
3.
Sejarah Tasawuf Masa Tabi’in................................................................
C.
KESIMPULAN.....................................................................................................
D.
REVERENSI.........................................................................................................
KATA PENGANTAR
Segala puja,
puji dan syukur hanya untuk Allah, karena dengan taufik dan hidayah-Nya dapatlah
diselesaikan penulisan makalah ini. Selamat dan sejahtera semoga selalu
tercurah kepada Muhammad, Rasul terakhir, pembawa ajaran Tuhan, sebagai pembawa rahmat ntuk semesta alam. Juga selamt
dan sejahtera semoga senantiasa tercurah kepada keluarga, sahabat dan pengikut-pengikut beliau, yang begitu besar
jasanya terhadap beliau dan perkembangan agama islam.
Tasawuf, sufisme, kezuhudan serta
perkembangan nya telah banyak dibahas, yaitu para penulis yang telah
menguraikannya dengan bermunculan buku-buku baru yang dominan dari asal-usul
masa ke masa dan termotivasi lahirnya tasawuf ini sudah ada dari masa Rasul
yang merupaka sikap kezuhudannya yang dicontohkan kepada keluarga, sahabat juga
para tabi’in dan hingga sekarang.
Kehidupan Nabi pada awal diangkat
menjadi Rasul sudah sangat sederhana dilihat dari keseharian nya yang hidup zuhd
terhadap kehidupan dunia yang ditiru oleh para sahabatnya yakni para Khulafaur
Rasyidin, dengan diikuti oleh para sufisme selanjutnya sehingga melahirkan
keunggulan terhadap kesederhanan pada abad-abad selanjutnya.
Semoga dengan tugas makalah ini,
penulis semakin bertambah rasa keingin tahuan terhadap kezuhudan para ulama
dengan mengaplikasikan nya di era modern ini.
6 Rab Akhir 1438 H/ 5 Januari 2017.
Kadumanggu, Sentul, Kota Bogor.
Siti Halimah.
SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF
MASA RASUL, SAHABAT, TABI’IN
Oleh:
Siti Halimah
A. PENDAHULUAN
Sejarah
timbulnya tasawuf dalam islam bersamaan dengan munculnya agama islam itu
sendiri, yaitu semenjak Nabi Muhammad SAW diutus menjadi rasul untuk segenap
umat manusia dan seluruh alam semesta. Fakta sejarah juga menunjukkan bahwa
pribadi Muhammad sebelum diangkat menjadi rasul telah berulang kali melakukan tahannuts
dan khalwat di Gua Hira,[1]
untuk mengasingkan diri dari masyarakat kota mekkah yang sibuk dengan hawa
nafsu keduniaan. Kehidupan nabi yang seperti itu bertujuan untuk mendekatkan
diri kepada Allah yang dilakukan oleh seorang sufi. Corak kehidupan kerohanian
nabi itulah yang dijadikan sebagai pedoman dalam hidup kerohanian sesudahnya
sebagai materi dalam tasawuf[2]
Tasawuf itu merupakan ajaran yang diikuti oleh orang sufi, dimana sufi itu
dianggap penganut islam yang memisahkan kehidupan dunia dengan akhirat.
Jika mencermati
sirah, sejarah hidup Nabi maka akan terpapar dengan jelas bahwa ada hubungan
erat antara pola hidup Rasulullah yang penuh kejuhudan dan kesederhanaan,
dengan kehidupan kaum zuhud dimasa permulaan Islam, kemudian kaum sufi sejati
setelah mereka yang menempa diri mereka dengan aneka macam riyadhah dengan
tujuan meminimalisir tuntutan-tuntutan fisik agar jiwa mereka mudah menjalankan
berbagai macam ibadah, berkomunikasi dengan Allah dan berdekatan dengan-Nya.
Tidak ada yang
lebih menunjukkan fakta ini daripada deretan khabar tentang perilaku kehidupan
beliau yang dimuat dalam sejumlah hadis shahih.
Berdasarkan
beberapa keterangan di bawah ini:
1.
Sejarah
Tasawuf Masa Rasul
Kehidupan Rasulullah sebagai sumber kedua tasawuf, kehidupan sufi
sudah terdapat pada diri Nabi Muhammad. dimana dalam sebuah kehdiupan beliau
sehari-hari terkesan amat sederhana, setelah beliau diangkat sebagai Nabi
utusan Allah pun keadaan dan cara hidup beliau masih ditandai oleh jiwa dan
suasana kerakyatan.
2.
Sejarah
Tasawuf Masa Sahabat
Kehidupan
sahabat dan Khulafaur’rasyidin sebagai sumber ketiga tasawuf, dalam pandangan
peneliti yang objektif merupakan sumber vital yang diacu kaum zuhud dan ahli
ibadah generasi awal alam membangun pilar-pilar kehidupan spiritual mereka.
para sahabat juga mencontoh kehidupan Rasulullah yang serba sederhana, dimana
hidupnya hanya semta-mata diabdikan kepada Allah SWT.
3.
Sejarah Tasawuf Masa Tabi’in
Pada abad
pertama dan kedua hijriyah ulama sufi dari kalangan tabi’in, adalah murid dari
ulama-ulama sufi dari kalangan sahabat. Selanjutnya ajaran Tasawuf tersebar
berkembang dengan cepat sejalan dengan perkembangan Islam itu sendiri.
Sejarah perkembangan tasawuf sangat beragam. Ada tiga tujuan dari
latar belakang (keterangan-keterangan) diatas yang ingin diketahui dalam
makalah ilmu tasawuf ini. Pertama, Bagaimana sejarah
perkembangan tasawuf ”masa Rasul”?. Kedua, Bagaimana
sejarah perkembangan tasawuf “masa Sahabat”?. Ketiga, Bagaimana
sejarah perkembangan “masa Tabi’in”? Berikut pembahasannya:
B. PEMBAHASAN
1. Sejarah Tasawuf Masa Rasul
a.
Kezuhudan Rasulullah dan kesederhanaannya
Salah satunya
adalah yang diriwayatkan oleh Abu Hazim dari Rasulullah bahwa beliau sangat
bersahaja dalalm soal makan. Ia berkata, “Demi Dzat yang jiwa Abu Hurairah ada
dalam genggaman tangan-Nya, Nabi Allah tidak pernaah kenyang selama tiga hari
berturut-turut dengan mengonsumsi roti gandum sampai beliau meninggal dunia[3]
(H.R. al-Bukhari).
Cerita aisyah
semakin mempertegas riwayat Abu Hazim dan Abu Hurairah ini sebab ia adalah
orang terdekat bliau dan tentu saja ia lebih tahu bagaimana kezuhudan
Rasulullah dalam hal makan. Masruq berkata: Aku pernah bertemu pada Aisyah ra.,
lalu ia menyilakaknku makan. (Selesai makan) ia berkata, “Tidaklah aku kenyang
karena makanan, melainkan aku ingin menangis,” Masruq berkata: Aku bertanya:
“Kenapa?” Ia menjawab: “Aku teringat saat terakhir Rasulullah meninggal dunia.
Demi Allah, beliau tidak pernah kenyang dari roti dan daging dalam sehari!”
(Katanya) sampai dua kali.[4]
(H.R. at-Tirmidzi).
Kesahajaan menu
makan Rasulullah yang membuat Aisya r.a menangis setiap kali teringat beliau,
tidak hanya berlangsung dalam rentang waktu yang singkat, akan tetapi kadang
hal itu berjalan hingga berbulan-bulan. Diriwayatkan dari Urwah dari Aisyah
ra., ia bercerita “Demi Allah, wahai keponakanku, dahulu kami melihat hilal,
lalu hilal, kemudian hilal (hingga) tiga kali hilal selama dua bulan, sementara
di rumah-rumah Rasulullah tidak ada yang menyalakan tungku. Urwah bertanya:
“Wahai bibi, lalu anda bertahan hidup dengan apa?” Ia menjawab: “Kurma dan
air.” Hanya saja Rasulullah memiliki tetangga-tetangga dari Anshar. Mereka
memiliki unta-unta perahan, lalu mengirimkan sebagian susunya untuk Rasulullah.
Beliau pun memberi kami minum dengan susu itu.”[5]
(H.R. al-Bukhari dan Muslim)
Perlu dicatat
pula memngingat nilai pentingnya bahwa Rasulullah tidak menganggap pola makan
minum sebagai kekhusuan beliau yang tidak boleh diikuti oleh umatnya, namun.
Rasulullah juga ingin agar umatnya menerapkan pola serupa karena hal itu
mengandung unsur kesederhanaan dan tidak tenggelam dalam kenikmatan hdiup.
Diriwayatkan dari Al-Hasan, ia berkata: Rasulullah berkhutbah, lalu bersabda:
“Demi Allah, tidaklah keluarga Muhammad memasuki waktu sore dengan satu sha’
pun makanan!” Padahal di sana ada sembilan rumah. Demi Allah, beliau tidak
mengatakannya karena menganggp remeh rezeki Allah, akan tetapi beliau ingin
agar umatnya mengikuti jejaknya.”[6]
Apa yang
diriwayatkan al-Hasan dari Rasulullah ini diperkuat oleh hadits-hadits lain
yang cukup banyak dan berstatus shahih, diantaranya hadits yang diriwayatkan
al-Maqdam bin Ma’di Yarkab. Ia berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda yang
artinya:
“Manusia tidak memenuhi wadah
yang lebih buruk dripada perut. Cukuplah bagi manusia beberapa suapan kecil
yang dapat menegakkan tulang punggungnya. Bila tidak dapat maka usahakanlah
sepertiga untuk napasnya.” (H.R. at-Tirmidzi)
Jadi, tidak ada
seorang pun yang berhak mengajukan keberatan kepada kaum zuhud dengan protes
bahwa mereka cenderung menyiksa badan dengan menerapkan pola makan minum sebab
kehidupan Rasulullah identik dengan pola makan yang sedemikian zuhud, apalagi
beliau mengajukan umatnya agar mengikuti jejak beliau dalam hal tersebut karena
beliau tahu persis ekses negatif yang ditimbulkan perut kenyang, dan efek
positif meminimalisir konsumsi makanan yang dapat melambungkan jia dan
membebaskannya dari jerat materi dan belenggu fisik.
2. Sejarah Tasawuf Masa Sahabat
Kehidupan dan ucapan para sahabat
merupakan sumber tempat menimba para sufi. Kehidupan dan ucapan mereka penuh
dengan hal-hal yang berkaitan dengan sikap zuhd, kehidupan sederhana dan
kepasrahan kepada Allah. Rasulullah sendiri telah menegaskan betapa tingginya kedudukan
para sahabat ini, seperti sabdanya: “Para sahabatku bagaikan bintang; siapapun
siantara mereka yang kalian ikuti, niscaya kalian mendapatkan petunjuk.”[7].
Disini penulis hanya mengemukakan secukupnya, terutama sahabat-sahabat besar
tentang amalan-amalan dan ucapan-ucapan yang menjadi salah satu sumber ajaran
tasawuf.
a. Abu Bakar al-Siddiq
Telah kita
ketahui bahwa diantara sahabat-sahabat Nabi, Abu Bakar adalah yang terdekat
pada Rasulullah. Beliau yang pertama masuk agama islam diantara orang laki-laki
dewasa. Beliau yang paling bnayka mmeberikan pengorbanan, baik kepada Nabi
khususnya, maupun kepada silam umumnya. Tentang kedermawanannya, diceritakan
bahwa pada setiap kali Rasulullah bertanya kepada ahabatnya, siapa yang
bersedia memberikan harta bendanya Abu bakar menjawab: “Saya ya Rasulullah”
Lalu diserahkannya 100 ekor unta, kemudian 100 ekor lagi, kemudian 100 ekor
lagi, demikian seterusnya sampai tak seekor unta pun lagi yang tersisa padanya.
Dari seorang hartawan dan saudagar besar yang kaya-raya di mekkah sampai
menjadi seorang miskin, yang kadang-kadang harus menderit kelaparan. Tatkala
Nabi bertanya kepadanya: “Apakah yang tinggal padamu lagi, jika seluruh unta
ini kamu sumbangkan?” Ia menjawab: “Cukup bagiku Allah dan RasulNya.”[8]
Abu bakar
adalah seorang asketis, sehingga diriwayatkan bahwa selama enam hari dalam
seminggu ia selalu dalam keadaan lapar. Baju yang dimilikinya tidak lebih dari
satu, beliau pernah berkata: “Jika seorang hamba begitu terpesona oleh suatu
pesona dunia, Allah membencinya sampai ia meninggalkannya.[9]
Beliau pernah memegang lidahnya seraya berkata: “Lidah inilah yang senantiasa
mengancamku.” Selanjutnya dia berkata: “Apabila seorang hamba telah dihinggapi
‘ujub, karena suatu kemegahan didunia ini, maka tuhan akan murka kepadanya
sampai kemegahan itu diceraikannya.”[10]
Tentang arti
takwa, yakin dan rendah hati, dapat disimak dari ungkapannya: “Kami mendapat
kedermawanan dalam takwa. Kecukupan dalam yakin dan kehormatan dalam rendah
hati, “Dam tentang ma’rifah, beliau berkata:”Barang siapa merasakan sesuatu dan
pengenalan terhadap Allah secara murni, dia akan lupa segala sesuatu selain
Allah, dan menyendiri dari semua manusia.” Al-Junaid dalam penuturannya tentang
Abu Bakar, berkata: “Ungkapan terbaik dalam penuturannya, berkata: “Ungkapan
terbaik dalam hal tauhid ialah ucapan Abu Bakar al-Siddiq: Maha Suci Zat yang
tidak menciptakan jalan bagi makhluk untuk mengenalNya, melainkan ketidakmamuan
mengenalNya”[11]
Dalam beribadah
kepada Allah SWT, karena khusyu, dan tawadhun nya, sampai dapat dicium dari
mulutnya bau limpahnya yang terbakar karena takut kepada Allah. Pada malam
hari, ia beribadah dengan membaca Al-Qur’an sepanjang malam. Karena itu sewaktu
di mekkah, kaum musyirikin (polytheis) meminta kepada Rasulullah agar melarang
beliau membaca Al-Qur’an, karena suaranya membaca Al-Qur’an sambil menangis itu
menggoda hati mereka, terutama kaum wanita, mereka terus berpengaruh apabila
mendengar Abu Bakar membaca Al-Qur’an. Kendatipun belm semua orang masuk islam
karena mndengar bacaan Abu Bakar, namun dapat dipahami bahwa mereka sudah
menaruh rasa simpati terhadap islam: dan kandungan Al-Qur’n tersebut sudah
bersemi di lubuk hati mereka: hanya tinggal menungggu saatnya lagi melakukan
himbauan ajaran islam tersebut.
Tatkala Abu
Bakar dipilih menjadi khalifah pertama, ia mengucapkan kata-kata menunjukkan
kejujuran, keikhlasan, dan kerendahan hatinya, dia berucap “Sekarang aku telah
kamu angkat menjadi kepala negara. Tetapi ketahuilah bahwa keangkatan ini
kuterima, bukan karena aku yang terbaik diantara kalian. Oleh karena itu, jika
aku benar dalam politik dan kebijaksanaan ku, sokong da bantulah aku, tetapi
jika aku salah dan menyimapng daripada ajaran daripada Allah dan sunnah Rasul,
perbaikilah kesalahanku itu. Benar itu adalah kejujuran dan dusta itu adalah
pengkhianatan. Yakinlah, orang yang lemah menjadi kuat padaku dengan membela
haknya yang benar, sebaliknya orang yang kuat akan menjadi lemah padaku, jika
ia dzholim. Waspadalah dan teruskanlah jihad kalian dalam membela agama Tuhan.”[12]
b. Umar bin Khattab
Disamping Abu
Bakar umar bin khattab pun terkenal dengan kebeningan jiwa dan kebershihan
kalbunya, sehingga Rasulullah SAW bersabda: “Allah telah menjadikan kebenaran
pada lidah Umar.” Dia terkenal dengan kesederhanaannya. Diriwayatkan, pada
suatu ketika setelah beliau menjabat sebagai khalifah, beliau berpidato dengan
memakai baju bertambal duabelas sobekan.
Dan diriwayatkan, pada suatu hari beliau pernah terlambat datang ke mesjid
sehingga terlambat pula dilaksanakan solat fardu secara berjamaah---karena pada
setiap salah fardu bisanya beliaulah yang menjadi imam. Salah seorang temannya
bertanya, keapa terlambat datang. Beliau menjawab: “Kain saya sedang dicuci dan
tidak ada lagi yang lainnya.”[13]
Umar adalah
seorang sahabat terdekat dan setia kepada Rasulullah SAW. Kebrilianan beliau
dalam befikir dan memahami syariat islam diakui sendiri oleh Nabi SAW. Bahkan
beliau adalah salah seorang sahabat yang dinyatakan Rasulullah akan masuk
surga.[14]
Memang dapat dikatakan, dalam banyak hal Umar dapat dibilang sebagai tokoh yang
bijaksana dan kreatif, bahkan genius, meskipun masih dipertentangkan atau masih
penuh kontroversi.[15]
Karena kepandaian Umar ada yang mengia bahwa beliau mendapat ilmu langsung
diterimanya dari Tuhan.
Umar bin
Khattab diberi gear Amirul Mukminin, namanya harum dan kesohor, karena beliau
dapat mengikis secara tuntas tradisi-tradisi mereka yang bertentangan dengan
ajaran islam; dan juga karena melakukan ijtihad, mengadakan terobosan-terobosan
baru dalam memahami dan menafsirkan nas-nas agama sesuai dengan tuntutan
perkembangan zaman yang tidak keluar dari prinsip dan spirit Islam itu sendiri.
Kendatipun Umra
seorang khalifah dengan kekayaan negara yang berlimpah ruah, beliau tidak
pernah tergiur oleh kekayaan uniawi itu. Dalam hal ini, barangkali perlu dikutip
ucaopan Talhah bin Abdullah, katanya: “Umar bukanlah termasuk orang yang paling
awal berhijrah. Tetapi beliau adalah orang yang paling kurang perhatiannya
terhadap maslah duniawi, dan yang paling besar perhatiannya terhadap masalah
akhirat, diantara kami.” Dalam keterangannya tentang peneladanan para sufi
terhadap Umar bin Khattab, al-Tusi menulis:
“Dalam berbagai hal para sufi banyak
meneladani Umar. Diantaranya ialah sifatnya yang memakai pakaian bertambal,
sikapnya yang tegas, tindkannya dalam meninggalkan hawa nafsu, tindakannya
dalam meninggalkan ha-hal yang meragukan (syubhat), kekeramatan yang
dimilikinya, ketegarannya terhadap yang salah ketiak kebenaran telah tampak,
ketangguhannya dalam menegakkan kebenaran, tindakannya dalam meyamaratakan
hak-hak orang yang dekat ataupun jauh keteguhannya yang tak tergoyahkan dalam
ketaatan”[16]
Salah satu contoh
keteguhan Umar dalam memegang prinsip hidupnya dalam menegakkan ajaran agama,
ia tidak hanya berlaku tegas kepada orang lain, tetapi juga terhadap
keluarganya sendiri. Diriwayatkan bahwa pada suatu peristiwa, ia pernah melihat
seorang anaknya memakan sarida dengan daging, lalu anak tersebut dipukul dengan
tongkatnya yang pendek eraya berkata kepada anaknya itu: “Makanan ini tidak
saya haramkan, tetapi saya larang untuk diri saya dan anak-anak saya karena
tempat tumbuh fitnah di dalam syahwat makanan, “Demikianlah sebagian dari
kehidupan Umar bin Khattab; disamping sebagai pelaksana dalam pemerintahan,
juga sebagai pemimpin hidup kerohanian yang sangat bersahaja dan sederhana,
sehingga kesedernahaan, keadilan, keteguhan dan ketegaran Umar bin Khattab itu dipandang
oleh kaum sufi sebagai teladan mereka.
c. Utsman bin Affan
Salah satu sahabat yang telah masuk islam pada awal kelahirannya
atas ajakan Abu Bakar al-Siddiq. Beliau banyak sekali membantu perjuangan
Rasulullah SAW, baik secara moril maupun materiil. Setiap kali ada peperagan
yang dipimpin oleh Rasulullah SAW beliau
selalu ikut serta, kecuali pada perang badar. Pada saat itu beliau sedang
mengurusi isterinya, Ruqayyah binti Muhammad SAW yang sedang menderita sakit
hingga sampai ajalnya. Pada peperangan Tabuk, Usman mendermakan 950 ekor unta,
59 ekor kuda dan seribu dinar untuk keperluan tentara. Pada peristiwa-peristiwa
sebelum itupun Usman banyak sekali mendermakan hartanya untuk kepentingan
islam.[17]
Usman bin Affan dikenal sebagai Zu al-Nurain, sebab beliau
dikawinkan dengan Ruqayyah dan Ummi Kalsum, keduanya putri Rasulullah SAW.[18]
Beliau juga termasuk salah seorang sahabt Nabi yang diberi kabar gembira yaitu
yang dijanjikan masuk surga. Beliau tergolong sahabat yang dipuji Allah SWT
dalam medampingi Rasulullah SAW. Dalam mencari rezeki beliau tidak lupa
terhadap amalan-amalan kerohanian. Membaca al-Qur’an menjadi kegemaran beliau;
tidak pernah terlepas dari tangannya firman Allah tersebut. Pada masa beliaulah
al-Qur’an yang pernah dikumpulkan pada masa Abu Bakar itu disalin kembali
menjadi suatu mushaf yang dikenal dengan mushaf al-Imam. Tentang Al-Qur’a, ini,
beliau pernah berkata: “Ini adalah surat yang dikirimkan uhanku. Tidaklah layak
bagi seorang hamba bilamana datang sepucuk surat dari yang dipertuannya, akan
melalaikan surat itu. Hendaklah senantiasa dibaca supaya segala isi surat itu
dapat diamalkan.”
Diantara ucapan-ucapan Usman bin Affan yang menggambar ajaran
tasawuf, adalah: “Aku dapatkan kebajikan terhimpun dalam empat hal. Pertama,
cinta kepada Allah. Kedua, sabar dalam melaksanakan hukum-hukum Allah. Ketiga,
reda alam menerima takdir (ketentuan) Allah. Dan keempat, malu terhadap
pandangan Allah.
Maka jelas disisni, kata al-Taftazani, beliau mengemukakan empat
muqamat dari maqamat perjalanan rohaniah (suluk0, yaitu cinta, sabar, reda dan
malu kepada Allah SWT.[19]
d. Ali bin Abi Thalib
Khalifah yang keempat ini tidak kalah pula masyhurnya dalam
kehidupan kerohanian. Pekerjaan dan cita-citanya yang besar menyebabkan dia
tidak perduli bahwa pakaiannya sobek, lntas dijahitnya sendiri. Pernah orang
bertanya: “Mengapa sampai begini ya amirul mukminin?” Beliau menjawab: “Untuk
mengkhusyu’kan hati dan menjadi teladan bagi orang yang beriman.[20]
Ali bin Abi Thalib dalam pandangan kaum sufi, secara khusus
mempunyai kedudukan tersendiri. Dalam hal ini, Abu Ali al-Rizabari—Seorang
tokoh sufi angakatan pertama berkata: “Dia dianugerahi ilmu ladunni, yaitu ilmu
yang seara khusus di annugerahkan kepada manusia tertentu seperti kepada
Khidir”, sebagiamana firman Allah SWT: Dan yang telah kami ajarkan kepadanya
ilmu dari sisi kami. (Q.S. 18:65).Al-Tusi dalam bukunya Al-Luma’ mengataan:
“Diantara para sahabat Rasulullah SAW amir al-mu’minin Ali bin Abi Thalib
memiliki keistimewaan tersendiri dengan ungkapan-ungkapannya yang agung,
isyarat-isyarat nya yang halus, kata-katanya yang unik, pernyataandan penjelasannya
tentang tauhid, ma’rifah, iman. Ilmu dan lain sebagainya sera sifat-sifat
terpuji, yang menjadi panutan dan teladan bagi para sufi.enegur Ali yang
membawa pulang belanjaan yang agak me
Sikap zuhd Ali bin Abi Thalib boleh jadi merupakan dampak dari
didikan Rasulullah SAW kepada keluarganaya. Nabi pernah meminta seorang menegur
Ali yang membawa pulang belanjaan yang agak mewah ke ruamh isternya, dengan
memperingatkan bahwa orang-orang suffah terdiri dari orang-orang miskin dan
tidak cukup makan. Anaknya fatimah, isteri Ali bin Abi Thalib itu, dibiarkan
bekerja sendiri, menimba dan menyapu, mencari kayu api dan pekerjaan-pekerjaan
yang lain. Tatkala anaknya itu meminta seorang tawanan perang untuk membantunya
dirumah, Nabi pun menjawab dengan marah, bahwa tawanan perang itu bukanlah
untuk dijadikan budak. Dengan demikian, sahabat ini sangat dekat dengan
Rasulullah SAW, karena sangat dekatnya hubungan darah dan hubungan perkawinan
dengan Nbi. Dan oleh karena itu, beliau dipandang oleh ahli sufi sebagai orag
yang banyak menerima ilmu-ilmu yang istimewa langsung dari Nabi yang tidak
diberikan kepada orang lain.
3. Sejarah Tasawuf Masa Tabi’in
Setelah periode sahabat, dalam
sejarah perkembangannya, ajaran kaum sufi dapat dibedakan ke dalam beberapa
periode, yang setiap periode mempunyai karakteristik masing-masing. Periode
tersebut adalah: (1)Abad pertama dan kedua Hijriah, (2) abad ketiga dan keempat
Hijriah, dan (4) abad keenam dan seterusnya. Melihat pada uraian diatas tampak
bahwa ajaran kaum “sufi” pada abad pertama dan kedua bercorak akhlaki, yakni
pendidikan moral dan mental dalam rangka pembersihan jiwa dan raga dari dari
pengaruh-pengaruh duniawi. Dengan kata lain, ajaran mereka mengajak kaum
muslimin untuk hidup zuhd sebagaimana yang diajarkan dan dipraktekkan oleh Nabi
SAW dan para sahabat besar. Dalam hubungan ini.al-Taftazani meringkaskan bahwa
ajaran zuhd pada masa ini mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a.
Ajaran
Zuhd berdasarkan untuk menjauhi hal-hal duniawi demi meraih pahala akhirat; dan
memelihara diri dari azab neraka. Ide ini berakar dari ajaran-ajaran Al-Qur’an
dan Sunnah, serta dampak berbagai kondisi sosio-politik yang berkembang dalam
masyarakat Islam ketika itu.
b.
Ajaran
zuhd bersifat praktis; dan para pendirinya tidak menaruh perhatian buat
menyusun prinsip-prinsip teoretis atas ajarannya itu. Sedang sarana-saran
praktisnya adalah hidup dalam ketenangan dan kesederhanaan, sedikit makan dan
minum, banyak beribadah dan mengingat Allah, merasa sangat berdosa, tunduk
secara total kepada kehendak Allah dan berserah diri kepada-Nya. Dengan
demikian, ajaran zuhd ini mengarah kepada pembianaan moral.
c.
Motivasi
lahirnya hidup zuhd ini adalah rasa takut, yaitu rasa takut yang muncul dari landasan
amal keagamaan secara sungguh-sungguh. Sedang pada akhir abad kedua Hijriah,
ditangan Rabi’ah al-Adawaiyah, muncul motivvasi cinta kepada Allah, yang bebas
dari rasa takut terhadap azabNya maupun rasa terhadap pahalaNya.
d.
Ajaran
Zuhd yang disampaiakan oleh sebagian kaum Zahid pada peride terakhir, khususnya
di khurasan, dan dan pada Rabi’ah al-Adawiyah, ditandai kedalaman membuat
analisis yang bisa sebagai fase pendahuluan tasawuf, tidak dipandang sebagai
para sufi dalam pengertiannya yang sempurna. Mereka lebih tepat dipandang
sebagai cikal-bakal para sufi abad ketiga dan keempat Hijriah.[21]
Menurut
Al-Taftazani, selanjutnya, pada zahid sampai akhir abad kedua Hijriah belum
dapat dipandan sebagai para sufi. Disini, katanya, lebih tepat disbut dengan zahid,
nasik, qari’ dan sebaginya.[22]
Berikut beberapa tokoh-tokoh ulama sufi tabi’in, antara lain:
1)
Al-Hasan
Al-Bashri, Lahir di Madinah 21H/642M dan meninggal di Bashrah 110H/728 M.
Beliau ulama sufi yang belajar tasawuf dari Imam Khudzaifah bin Yaman. Ia dikenal
sebagai ulama sufi’ yang sangat zuhd terhadap kehidupan duniawi. Beliau
mengungkapkan: “Barangsiapa yang menyertai perasaan ingin memiliki dunia maka
akan dibuat menderita oleh dunia serta diantarkan pada hal-hal tidak
tertanggungkan oleh kesabarannya.”[23]
2)
Sufyan
bin Sa’id Ats-Tsuri. Lahir di Kuffah 97H/715M dan meninggal di Basrah pada
tahun 161H/778M. Beliau berguru kepada Hasan al-Bashri. Selain ahli tasawuf ia
juga menguasai berbagai bidang ilmu keislaman seperti hadits dan teologi..
3)
Rabi’ah
al-Adawiyah. Lahir di Basrah 96H/713M dan meninggal pada tahun 185H/801M. Ahli
tasawuf dari kalangan wanita, selain penganut faham zuhud, ia juga menonjolkan
filsafah “al-hub” atau mahabbah (cintanya hanya kepada Allah) dan syauq (hanya
rindu kepada Allah).
C. KESIMPULAN
1.
Sejarah
perkembangan tasawuf masa Rasul, beliau berkahalwat di Gua Hira bersama Abu
bakar, memperbanyak berdzikir dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Bertujuan
untuk mendekatkan manusia sedekat mungkin dengan membersihkan jiwanya sebersih
mungkin dan menghiasi diri dengan akhlak yang terpuji. Lalu berdakwah sedikit
demi sedikit dakwah itu diterima oleh para sahabat yang tertarik dengan ajaran
Rasul dan mengakui bahwa ajaran yang dibawa oleh Rasul adalah ajaran yang
benar.
2.
Sahabat
ialah mereka yang mengenal dan melihat langsung Nabi Muhammad, membantu
perjuangannya dan meninggal dalam keadaan muslim. Beberapa sahabat yang
mencontoh kehidupan sederhana Rasul dan tergolong sufi di abad pertama, juga
berfungsi maha guru bagi pendatang dari luar kota madinah, yang tertarik pada
kehidupan sufi antara lain: Abu Bakar Shiddiq,Umar bin Khattab, Utsman bin
Affan dan Ali bin Abi Thalib
3. Ajaran
tasawuf pada masa Tabi’in adalah
perkembangan Ilmu Tasawuf pada masa setelah Rasullah SAW, yaitu masa-masa
dimana orang-orang masih berjumpa dengan sahabat yang tentunya telah melihat
Rasulullah secara langsung. periode Tabi’in
muncul (abad ke-1 dan ke-2 H). tokoh-tokoh tabi’in antara lain: Al-Hasan
Al-Bashri, Sufyan bin Sa’id Ats-Tsuri, Rabi’ah Adawiyah.
REVERENSI
1. Departemen Agama RI, 1981/1982, Pengantar Ilmu Tasawuf,
Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri Sumatera Utara. Medan.
2.
Ris’an
Rusli. 2013. Tasawuf dan Tarekat. Jakarta: Rajawali Pers.
3.
Abubakar
Aceh. 1987. Sejarah Sufi dan tasawuf. Solo: Ramadhani.
4.
Ahmad
Bangun Haji Nasution. 2013. Akhlak Tasawuf: Pengenalan, pemahaman, dan
pengaplikasiannya. Jakarta: Rajawali Pers.
5.
Abubakar
Aceh. 1996. Pengantar Ilmu Tarekat. Solo: Ramadhani.
6.
Mahjuddin.
2000. Konsep Dasar Pendidikan Akhlak. Jakarta: Kalam Mulia.
7.
Al-Mundziri.
at-Taghrib wa at-Tarhib. IV/187
8.
Wahab
al-Sya’rani. Tabaqat al-Kubra (Terjemah oleh:Abs al-Hamid Ahmad Hanafi)
Mesir.
9.
Jalaludin
Abd al-Rahman bin Abi Bakr al-Sayuti. 2012. Al Jami’u al-Sagir.
10. Hasan Ibrahim Hasan. 1979. Tarikh al-Islam. I, Maktab al-Nahdah al-Misriyah, cairo,
1979,
11. Abi al-Wafa’ al-Ganimi, Madkhal ila Al-Tasawwuf al-islami, Dar
al-Saqafah li al-Tiba’ah wa Al-Nasyr, Cairo. 1979 (Terjemah)
12. Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya, Pustaka
Panjimas, Jakarta, 1984, hlm.34
[1]
Departemen
Agama RI, Pengantar Ilmu Tasawuf, Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi
Agama Islam Negeri Sumatera Utara, Medan, 1981/1982. hlm. 35
[2] Ris’an Rusli, Tasawuf
dan Tarekat, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013). Cet. Ke-1, hlm 9
[3] Al-Mundziri,
at-Taghrib wa at-Tarhib. Jakarta, hlm. 187.
[4]
Ahmad Bangun
Haji Nasution. Akhlak Tasawuf: Pengenalan, pemahaman, dan pengaplikasiannya.
Jakarta: Rajawali Pers, 2013, hlm. 169.
[5] Ibid.
Tasawuf dan tarekat,, hlm. 194-195
[6] Wahab
al-Sya’rani, Tabaqat al-Kubra, I, Abs al-Hamid Ahmad Hanafi, Mesir,hlm.402.
[7]
Asmaran,1996, Pengantar Studi Tasawuf, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada. Cet ke-2. Hlm 215.
[8] Aboebakar
Aceh, Pengantar Sejarah Sufi & Tasawuf, Ramadhani, solo, 1984, hlm
237-8.
[9] Ibid.
Pengantar Sejarah Sufi, hlm. 51.
[10] Wahab
al-Sya’rani, Tabaqat al-Kubra, I, Abs al-Hamid Ahmad Hanafi, Mesir, hlm.
12-16.
[11] Mahjuddin, Konsep
Dasar Pendidikan Akhlak, Jakarta: Kalam Mulia, 2000, hlm. 21.
[12] Ibid. Sejarah
dan tarekat, hlm. 239-240.
[13] Ibid. Pengantar
studi Tasawuf, hlm. 218
[14] Jalaludin Abd
al-Rahman bin Abi Bakr al-Sayuti, Al Jami’u al-Sagir, hlm. 6
[15]
Kaum Syi’ah,
misalnya, menolak kers ketokohan Umar khususnya kalangan ekstem (al-gulat) dari
mereka, yang moderat pun masih melihat pada Umar hal-hal yang menyimpang dari
agama. Atau, seperti dikatakan oleh seorang ulama syi’ah, Muhammad al-Kashif
al-Gita, banyak tindakan Umar, seperti dalam kasus ia melarang nikah mut’ah,
adalah semata-mata tindakan sosial politik yang tidak ada sangkut-pautnya dengan soal keagamaan
(Lihat: Nurcholis Madjid, “Pertimbangan Kemaslahatan dalam Menangkap Makna dan
Semangat Ketentuan Keagamaa,, kasus Ijtihad Umar ibn al-Khattab” dalam, Polemik
Reaktualisasi Ajaran Islam,hlm 13).
[16]
Ibid.Pengantar
Tasawuf dan Tarekat. hlm. 222
[17]
Hasan Ibrahim
Hasan. Tarikh al-Islam, I, Maktab al-Nahdah al-Misriyah, cairo, 1979,
hlm. 256
[18] Ibid,
Al-Taftazani, hlm. 52
[19] Ibid,
Al-Taftazani, hlm. 53
[20] Hamka, Tasawuf
Perkembangan dan Pemurniannya, Pustaka Panjimas, Jakarta, 1984, hlm.34
[21]
Abi al-Wafa’
al-Ganimi, Madkhal ila Al-Tasawwuf al-islami, Dar al-Saqafah li al-Tiba’ah
wa Al-Nasyr, Cairo, 1979, hlm. 90
[22] Ibid,Tasawuf
dan Pemurniannya, hlm. 91
[23] Ibid, Al-Taftazani,
hlm. 75
terimakasih atas makalahnya ini, semoga ada manfaatnya bagi anda dam umat islam
BalasHapusmaksudnya "silam" itu apa ya? di bagian sahabat abu bakar
BalasHapuskaum "musyrikin" atau "muslimin" ?? di bagian abu bakar
BalasHapus