Selasa, 17 Januari 2017

TASAWUF MASA RASUL, SAHABAT, TABI'IN



MAKALAH AKHIR SEMESTER

Nama Mahasiswi      : Siti Halimah
NPM                          : 15110409021
Fakultas                     : Agama Islam
Semestert/Jurusan      : III/PAI
Mata Kuliah               : Ilmu Tasawuf
Dosen Pembimbing   : DR.K.H.MA.Badruddin HS,M.H.I




SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF
MASA RASUL, SAHABAT, TABI’IN



FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS IBN KHALDUN  BOGOR
THN 2016 M/1437 H.

DAFTAR ISI

PENGANTAR...................................................................................................................
DAFTAR ISI .....................................................................................................................
A.    PENDAHULUAN.................................................................................................
B.     PEMBAHASAN....................................................................................................
1.      Sejarah Tasawuf Masa Rasul...................................................................
2.      Sejarah Tasawuf Masa Sahabat..............................................................
3.      Sejarah Tasawuf Masa Tabi’in................................................................
C.    KESIMPULAN.....................................................................................................
D.    REVERENSI.........................................................................................................


KATA PENGANTAR

                Segala puja, puji dan syukur hanya untuk Allah, karena dengan taufik dan hidayah-Nya dapatlah diselesaikan penulisan makalah ini. Selamat dan sejahtera semoga selalu tercurah kepada Muhammad, Rasul terakhir, pembawa ajaran Tuhan, sebagai  pembawa rahmat ntuk semesta alam. Juga selamt dan sejahtera semoga senantiasa tercurah kepada keluarga, sahabat dan  pengikut-pengikut beliau, yang begitu besar jasanya terhadap beliau dan perkembangan agama islam.
            Tasawuf, sufisme, kezuhudan serta perkembangan nya telah banyak dibahas, yaitu para penulis yang telah menguraikannya dengan bermunculan buku-buku baru yang dominan dari asal-usul masa ke masa dan termotivasi lahirnya tasawuf ini sudah ada dari masa Rasul yang merupaka sikap kezuhudannya yang dicontohkan kepada keluarga, sahabat juga para tabi’in dan hingga sekarang.
            Kehidupan Nabi pada awal diangkat menjadi Rasul sudah sangat sederhana dilihat dari keseharian nya yang hidup zuhd terhadap kehidupan dunia yang ditiru oleh para sahabatnya yakni para Khulafaur Rasyidin, dengan diikuti oleh para sufisme selanjutnya sehingga melahirkan keunggulan terhadap kesederhanan pada abad-abad selanjutnya.
            Semoga dengan tugas makalah ini, penulis semakin bertambah rasa keingin tahuan terhadap kezuhudan para ulama dengan mengaplikasikan nya di era modern ini.



6 Rab Akhir 1438 H/ 5 Januari 2017.
Kadumanggu, Sentul, Kota Bogor.
Siti Halimah.

SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF

MASA RASUL, SAHABAT, TABI’IN
Oleh: Siti Halimah

A.    PENDAHULUAN

Sejarah timbulnya tasawuf dalam islam bersamaan dengan munculnya agama islam itu sendiri, yaitu semenjak Nabi Muhammad SAW diutus menjadi rasul untuk segenap umat manusia dan seluruh alam semesta. Fakta sejarah juga menunjukkan bahwa pribadi Muhammad sebelum diangkat menjadi rasul telah berulang kali melakukan tahannuts dan khalwat di Gua Hira,[1] untuk mengasingkan diri dari masyarakat kota mekkah yang sibuk dengan hawa nafsu keduniaan. Kehidupan nabi yang seperti itu bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah yang dilakukan oleh seorang sufi. Corak kehidupan kerohanian nabi itulah yang dijadikan sebagai pedoman dalam hidup kerohanian sesudahnya sebagai materi dalam tasawuf[2] Tasawuf itu merupakan ajaran yang diikuti oleh orang sufi, dimana sufi itu dianggap penganut islam yang memisahkan kehidupan dunia dengan akhirat.
Jika mencermati sirah, sejarah hidup Nabi maka akan terpapar dengan jelas bahwa ada hubungan erat antara pola hidup Rasulullah yang penuh kejuhudan dan kesederhanaan, dengan kehidupan kaum zuhud dimasa permulaan Islam, kemudian kaum sufi sejati setelah mereka yang menempa diri mereka dengan aneka macam riyadhah dengan tujuan meminimalisir tuntutan-tuntutan fisik agar jiwa mereka mudah menjalankan berbagai macam ibadah, berkomunikasi dengan Allah dan berdekatan dengan-Nya.
Tidak ada yang lebih menunjukkan fakta ini daripada deretan khabar tentang perilaku kehidupan beliau yang dimuat dalam sejumlah hadis shahih.
Berdasarkan beberapa keterangan di bawah ini:
1.      Sejarah Tasawuf Masa Rasul
Kehidupan Rasulullah sebagai sumber kedua tasawuf, kehidupan sufi sudah terdapat pada diri Nabi Muhammad. dimana dalam sebuah kehdiupan beliau sehari-hari terkesan amat sederhana, setelah beliau diangkat sebagai Nabi utusan Allah pun keadaan dan cara hidup beliau masih ditandai oleh jiwa dan suasana kerakyatan.
2.      Sejarah Tasawuf Masa Sahabat
Kehidupan sahabat dan Khulafaur’rasyidin sebagai sumber ketiga tasawuf, dalam pandangan peneliti yang objektif merupakan sumber vital yang diacu kaum zuhud dan ahli ibadah generasi awal alam membangun pilar-pilar kehidupan spiritual mereka. para sahabat juga mencontoh kehidupan Rasulullah yang serba sederhana, dimana hidupnya hanya semta-mata diabdikan kepada Allah SWT.
3.       Sejarah Tasawuf Masa Tabi’in
Pada abad pertama dan kedua hijriyah ulama sufi dari kalangan tabi’in, adalah murid dari ulama-ulama sufi dari kalangan sahabat. Selanjutnya ajaran Tasawuf tersebar berkembang dengan cepat sejalan dengan perkembangan Islam itu sendiri.
Sejarah perkembangan tasawuf sangat beragam. Ada tiga tujuan dari latar belakang (keterangan-keterangan) diatas yang ingin diketahui dalam makalah ilmu tasawuf ini. Pertama, Bagaimana sejarah perkembangan tasawuf ”masa Rasul”?. Kedua, Bagaimana sejarah perkembangan tasawuf “masa Sahabat”?. Ketiga, Bagaimana sejarah perkembangan “masa Tabi’in”? Berikut pembahasannya:

B.     PEMBAHASAN

1.        Sejarah Tasawuf Masa Rasul

a.     Kezuhudan Rasulullah dan kesederhanaannya
Salah satunya adalah yang diriwayatkan oleh Abu Hazim dari Rasulullah bahwa beliau sangat bersahaja dalalm soal makan. Ia berkata, “Demi Dzat yang jiwa Abu Hurairah ada dalam genggaman tangan-Nya, Nabi Allah tidak pernaah kenyang selama tiga hari berturut-turut dengan mengonsumsi roti gandum sampai beliau meninggal dunia[3] (H.R. al-Bukhari).
Cerita aisyah semakin mempertegas riwayat Abu Hazim dan Abu Hurairah ini sebab ia adalah orang terdekat bliau dan tentu saja ia lebih tahu bagaimana kezuhudan Rasulullah dalam hal makan. Masruq berkata: Aku pernah bertemu pada Aisyah ra., lalu ia menyilakaknku makan. (Selesai makan) ia berkata, “Tidaklah aku kenyang karena makanan, melainkan aku ingin menangis,” Masruq berkata: Aku bertanya: “Kenapa?” Ia menjawab: “Aku teringat saat terakhir Rasulullah meninggal dunia. Demi Allah, beliau tidak pernah kenyang dari roti dan daging dalam sehari!” (Katanya) sampai dua kali.[4] (H.R. at-Tirmidzi).
Kesahajaan menu makan Rasulullah yang membuat Aisya r.a menangis setiap kali teringat beliau, tidak hanya berlangsung dalam rentang waktu yang singkat, akan tetapi kadang hal itu berjalan hingga berbulan-bulan. Diriwayatkan dari Urwah dari Aisyah ra., ia bercerita “Demi Allah, wahai keponakanku, dahulu kami melihat hilal, lalu hilal, kemudian hilal (hingga) tiga kali hilal selama dua bulan, sementara di rumah-rumah Rasulullah tidak ada yang menyalakan tungku. Urwah bertanya: “Wahai bibi, lalu anda bertahan hidup dengan apa?” Ia menjawab: “Kurma dan air.” Hanya saja Rasulullah memiliki tetangga-tetangga dari Anshar. Mereka memiliki unta-unta perahan, lalu mengirimkan sebagian susunya untuk Rasulullah. Beliau pun memberi kami minum dengan susu itu.”[5] (H.R. al-Bukhari dan Muslim)
Perlu dicatat pula memngingat nilai pentingnya bahwa Rasulullah tidak menganggap pola makan minum sebagai kekhusuan beliau yang tidak boleh diikuti oleh umatnya, namun. Rasulullah juga ingin agar umatnya menerapkan pola serupa karena hal itu mengandung unsur kesederhanaan dan tidak tenggelam dalam kenikmatan hdiup. Diriwayatkan dari Al-Hasan, ia berkata: Rasulullah berkhutbah, lalu bersabda: “Demi Allah, tidaklah keluarga Muhammad memasuki waktu sore dengan satu sha’ pun makanan!” Padahal di sana ada sembilan rumah. Demi Allah, beliau tidak mengatakannya karena menganggp remeh rezeki Allah, akan tetapi beliau ingin agar umatnya mengikuti jejaknya.”[6]
Apa yang diriwayatkan al-Hasan dari Rasulullah ini diperkuat oleh hadits-hadits lain yang cukup banyak dan berstatus shahih, diantaranya hadits yang diriwayatkan al-Maqdam bin Ma’di Yarkab. Ia berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda yang artinya:
Manusia tidak memenuhi wadah yang lebih buruk dripada perut. Cukuplah bagi manusia beberapa suapan kecil yang dapat menegakkan tulang punggungnya. Bila tidak dapat maka usahakanlah sepertiga untuk napasnya.” (H.R. at-Tirmidzi)
Jadi, tidak ada seorang pun yang berhak mengajukan keberatan kepada kaum zuhud dengan protes bahwa mereka cenderung menyiksa badan dengan menerapkan pola makan minum sebab kehidupan Rasulullah identik dengan pola makan yang sedemikian zuhud, apalagi beliau mengajukan umatnya agar mengikuti jejak beliau dalam hal tersebut karena beliau tahu persis ekses negatif yang ditimbulkan perut kenyang, dan efek positif meminimalisir konsumsi makanan yang dapat melambungkan jia dan membebaskannya dari jerat materi dan belenggu fisik.

2.      Sejarah Tasawuf Masa Sahabat

Kehidupan dan ucapan para sahabat merupakan sumber tempat menimba para sufi. Kehidupan dan ucapan mereka penuh dengan hal-hal yang berkaitan dengan sikap zuhd, kehidupan sederhana dan kepasrahan kepada Allah. Rasulullah sendiri telah menegaskan betapa tingginya kedudukan para sahabat ini, seperti sabdanya: “Para sahabatku bagaikan bintang; siapapun siantara mereka yang kalian ikuti, niscaya kalian mendapatkan petunjuk.”[7]. Disini penulis hanya mengemukakan secukupnya, terutama sahabat-sahabat besar tentang amalan-amalan dan ucapan-ucapan yang menjadi salah satu sumber ajaran tasawuf.

a.    Abu Bakar al-Siddiq

Telah kita ketahui bahwa diantara sahabat-sahabat Nabi, Abu Bakar adalah yang terdekat pada Rasulullah. Beliau yang pertama masuk agama islam diantara orang laki-laki dewasa. Beliau yang paling bnayka mmeberikan pengorbanan, baik kepada Nabi khususnya, maupun kepada silam umumnya. Tentang kedermawanannya, diceritakan bahwa pada setiap kali Rasulullah bertanya kepada ahabatnya, siapa yang bersedia memberikan harta bendanya Abu bakar menjawab: “Saya ya Rasulullah” Lalu diserahkannya 100 ekor unta, kemudian 100 ekor lagi, kemudian 100 ekor lagi, demikian seterusnya sampai tak seekor unta pun lagi yang tersisa padanya. Dari seorang hartawan dan saudagar besar yang kaya-raya di mekkah sampai menjadi seorang miskin, yang kadang-kadang harus menderit kelaparan. Tatkala Nabi bertanya kepadanya: “Apakah yang tinggal padamu lagi, jika seluruh unta ini kamu sumbangkan?” Ia menjawab: “Cukup bagiku Allah dan RasulNya.”[8]
Abu bakar adalah seorang asketis, sehingga diriwayatkan bahwa selama enam hari dalam seminggu ia selalu dalam keadaan lapar. Baju yang dimilikinya tidak lebih dari satu, beliau pernah berkata: “Jika seorang hamba begitu terpesona oleh suatu pesona dunia, Allah membencinya sampai ia meninggalkannya.[9] Beliau pernah memegang lidahnya seraya berkata: “Lidah inilah yang senantiasa mengancamku.” Selanjutnya dia berkata: “Apabila seorang hamba telah dihinggapi ‘ujub, karena suatu kemegahan didunia ini, maka tuhan akan murka kepadanya sampai kemegahan itu diceraikannya.”[10]
Tentang arti takwa, yakin dan rendah hati, dapat disimak dari ungkapannya: “Kami mendapat kedermawanan dalam takwa. Kecukupan dalam yakin dan kehormatan dalam rendah hati, “Dam tentang ma’rifah, beliau berkata:”Barang siapa merasakan sesuatu dan pengenalan terhadap Allah secara murni, dia akan lupa segala sesuatu selain Allah, dan menyendiri dari semua manusia.” Al-Junaid dalam penuturannya tentang Abu Bakar, berkata: “Ungkapan terbaik dalam penuturannya, berkata: “Ungkapan terbaik dalam hal tauhid ialah ucapan Abu Bakar al-Siddiq: Maha Suci Zat yang tidak menciptakan jalan bagi makhluk untuk mengenalNya, melainkan ketidakmamuan mengenalNya”[11]
Dalam beribadah kepada Allah SWT, karena khusyu, dan tawadhun nya, sampai dapat dicium dari mulutnya bau limpahnya yang terbakar karena takut kepada Allah. Pada malam hari, ia beribadah dengan membaca Al-Qur’an sepanjang malam. Karena itu sewaktu di mekkah, kaum musyirikin (polytheis) meminta kepada Rasulullah agar melarang beliau membaca Al-Qur’an, karena suaranya membaca Al-Qur’an sambil menangis itu menggoda hati mereka, terutama kaum wanita, mereka terus berpengaruh apabila mendengar Abu Bakar membaca Al-Qur’an. Kendatipun belm semua orang masuk islam karena mndengar bacaan Abu Bakar, namun dapat dipahami bahwa mereka sudah menaruh rasa simpati terhadap islam: dan kandungan Al-Qur’n tersebut sudah bersemi di lubuk hati mereka: hanya tinggal menungggu saatnya lagi melakukan himbauan ajaran islam tersebut.
Tatkala Abu Bakar dipilih menjadi khalifah pertama, ia mengucapkan kata-kata menunjukkan kejujuran, keikhlasan, dan kerendahan hatinya, dia berucap “Sekarang aku telah kamu angkat menjadi kepala negara. Tetapi ketahuilah bahwa keangkatan ini kuterima, bukan karena aku yang terbaik diantara kalian. Oleh karena itu, jika aku benar dalam politik dan kebijaksanaan ku, sokong da bantulah aku, tetapi jika aku salah dan menyimapng daripada ajaran daripada Allah dan sunnah Rasul, perbaikilah kesalahanku itu. Benar itu adalah kejujuran dan dusta itu adalah pengkhianatan. Yakinlah, orang yang lemah menjadi kuat padaku dengan membela haknya yang benar, sebaliknya orang yang kuat akan menjadi lemah padaku, jika ia dzholim. Waspadalah dan teruskanlah jihad kalian dalam membela agama Tuhan.”[12]

b.    Umar bin Khattab

Disamping Abu Bakar umar bin khattab pun terkenal dengan kebeningan jiwa dan kebershihan kalbunya, sehingga Rasulullah SAW bersabda: “Allah telah menjadikan kebenaran pada lidah Umar.” Dia terkenal dengan kesederhanaannya. Diriwayatkan, pada suatu ketika setelah beliau menjabat sebagai khalifah, beliau berpidato dengan memakai baju  bertambal duabelas sobekan. Dan diriwayatkan, pada suatu hari beliau pernah terlambat datang ke mesjid sehingga terlambat pula dilaksanakan solat fardu secara berjamaah---karena pada setiap salah fardu bisanya beliaulah yang menjadi imam. Salah seorang temannya bertanya, keapa terlambat datang. Beliau menjawab: “Kain saya sedang dicuci dan tidak ada lagi yang lainnya.”[13]
Umar adalah seorang sahabat terdekat dan setia kepada Rasulullah SAW. Kebrilianan beliau dalam befikir dan memahami syariat islam diakui sendiri oleh Nabi SAW. Bahkan beliau adalah salah seorang sahabat yang dinyatakan Rasulullah akan masuk surga.[14] Memang dapat dikatakan, dalam banyak hal Umar dapat dibilang sebagai tokoh yang bijaksana dan kreatif, bahkan genius, meskipun masih dipertentangkan atau masih penuh kontroversi.[15] Karena kepandaian Umar ada yang mengia bahwa beliau mendapat ilmu langsung diterimanya dari Tuhan.
Umar bin Khattab diberi gear Amirul Mukminin, namanya harum dan kesohor, karena beliau dapat mengikis secara tuntas tradisi-tradisi mereka yang bertentangan dengan ajaran islam; dan juga karena melakukan ijtihad, mengadakan terobosan-terobosan baru dalam memahami dan menafsirkan nas-nas agama sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman yang tidak keluar dari prinsip dan spirit Islam itu sendiri.
Kendatipun Umra seorang khalifah dengan kekayaan negara yang berlimpah ruah, beliau tidak pernah tergiur oleh kekayaan uniawi itu. Dalam hal ini, barangkali perlu dikutip ucaopan Talhah bin Abdullah, katanya: “Umar bukanlah termasuk orang yang paling awal berhijrah. Tetapi beliau adalah orang yang paling kurang perhatiannya terhadap maslah duniawi, dan yang paling besar perhatiannya terhadap masalah akhirat, diantara kami.” Dalam keterangannya tentang peneladanan para sufi terhadap Umar bin Khattab, al-Tusi menulis:
“Dalam berbagai hal para sufi banyak meneladani Umar. Diantaranya ialah sifatnya yang memakai pakaian bertambal, sikapnya yang tegas, tindkannya dalam meninggalkan hawa nafsu, tindakannya dalam meninggalkan ha-hal yang meragukan (syubhat), kekeramatan yang dimilikinya, ketegarannya terhadap yang salah ketiak kebenaran telah tampak, ketangguhannya dalam menegakkan kebenaran, tindakannya dalam meyamaratakan hak-hak orang yang dekat ataupun jauh keteguhannya yang tak tergoyahkan dalam ketaatan”[16]
Salah satu contoh keteguhan Umar dalam memegang prinsip hidupnya dalam menegakkan ajaran agama, ia tidak hanya berlaku tegas kepada orang lain, tetapi juga terhadap keluarganya sendiri. Diriwayatkan bahwa pada suatu peristiwa, ia pernah melihat seorang anaknya memakan sarida dengan daging, lalu anak tersebut dipukul dengan tongkatnya yang pendek eraya berkata kepada anaknya itu: “Makanan ini tidak saya haramkan, tetapi saya larang untuk diri saya dan anak-anak saya karena tempat tumbuh fitnah di dalam syahwat makanan, “Demikianlah sebagian dari kehidupan Umar bin Khattab; disamping sebagai pelaksana dalam pemerintahan, juga sebagai pemimpin hidup kerohanian yang sangat bersahaja dan sederhana, sehingga kesedernahaan, keadilan, keteguhan dan ketegaran Umar bin Khattab itu dipandang oleh kaum sufi sebagai teladan mereka.

c.     Utsman bin Affan

Salah satu sahabat yang telah masuk islam pada awal kelahirannya atas ajakan Abu Bakar al-Siddiq. Beliau banyak sekali membantu perjuangan Rasulullah SAW, baik secara moril maupun materiil. Setiap kali ada peperagan yang dipimpin oleh Rasulullah SAW  beliau selalu ikut serta, kecuali pada perang badar. Pada saat itu beliau sedang mengurusi isterinya, Ruqayyah binti Muhammad SAW yang sedang menderita sakit hingga sampai ajalnya. Pada peperangan Tabuk, Usman mendermakan 950 ekor unta, 59 ekor kuda dan seribu dinar untuk keperluan tentara. Pada peristiwa-peristiwa sebelum itupun Usman banyak sekali mendermakan hartanya untuk kepentingan islam.[17]
Usman bin Affan dikenal sebagai Zu al-Nurain, sebab beliau dikawinkan dengan Ruqayyah dan Ummi Kalsum, keduanya putri Rasulullah SAW.[18] Beliau juga termasuk salah seorang sahabt Nabi yang diberi kabar gembira yaitu yang dijanjikan masuk surga. Beliau tergolong sahabat yang dipuji Allah SWT dalam medampingi Rasulullah SAW. Dalam mencari rezeki beliau tidak lupa terhadap amalan-amalan kerohanian. Membaca al-Qur’an menjadi kegemaran beliau; tidak pernah terlepas dari tangannya firman Allah tersebut. Pada masa beliaulah al-Qur’an yang pernah dikumpulkan pada masa Abu Bakar itu disalin kembali menjadi suatu mushaf yang dikenal dengan mushaf al-Imam. Tentang Al-Qur’a, ini, beliau pernah berkata: “Ini adalah surat yang dikirimkan uhanku. Tidaklah layak bagi seorang hamba bilamana datang sepucuk surat dari yang dipertuannya, akan melalaikan surat itu. Hendaklah senantiasa dibaca supaya segala isi surat itu dapat diamalkan.”
Diantara ucapan-ucapan Usman bin Affan yang menggambar ajaran tasawuf, adalah: “Aku dapatkan kebajikan terhimpun dalam empat hal. Pertama, cinta kepada Allah. Kedua, sabar dalam melaksanakan hukum-hukum Allah. Ketiga, reda alam menerima takdir (ketentuan) Allah. Dan keempat, malu terhadap pandangan Allah.
Maka jelas disisni, kata al-Taftazani, beliau mengemukakan empat muqamat dari maqamat perjalanan rohaniah (suluk0, yaitu cinta, sabar, reda dan malu kepada Allah SWT.[19]

d.    Ali bin Abi Thalib

Khalifah yang keempat ini tidak kalah pula masyhurnya dalam kehidupan kerohanian. Pekerjaan dan cita-citanya yang besar menyebabkan dia tidak perduli bahwa pakaiannya sobek, lntas dijahitnya sendiri. Pernah orang bertanya: “Mengapa sampai begini ya amirul mukminin?” Beliau menjawab: “Untuk mengkhusyu’kan hati dan menjadi teladan bagi orang yang beriman.[20]
Ali bin Abi Thalib dalam pandangan kaum sufi, secara khusus mempunyai kedudukan tersendiri. Dalam hal ini, Abu Ali al-Rizabari—Seorang tokoh sufi angakatan pertama berkata: “Dia dianugerahi ilmu ladunni, yaitu ilmu yang seara khusus di annugerahkan kepada manusia tertentu seperti kepada Khidir”, sebagiamana firman Allah SWT: Dan yang telah kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi kami. (Q.S. 18:65).Al-Tusi dalam bukunya Al-Luma’ mengataan: “Diantara para sahabat Rasulullah SAW amir al-mu’minin Ali bin Abi Thalib memiliki keistimewaan tersendiri dengan ungkapan-ungkapannya yang agung, isyarat-isyarat nya yang halus, kata-katanya yang unik, pernyataandan penjelasannya tentang tauhid, ma’rifah, iman. Ilmu dan lain sebagainya sera sifat-sifat terpuji, yang menjadi panutan dan teladan bagi para sufi.enegur Ali yang membawa pulang belanjaan yang agak me
Sikap zuhd Ali bin Abi Thalib boleh jadi merupakan dampak dari didikan Rasulullah SAW kepada keluarganaya. Nabi pernah meminta seorang menegur Ali yang membawa pulang belanjaan yang agak mewah ke ruamh isternya, dengan memperingatkan bahwa orang-orang suffah terdiri dari orang-orang miskin dan tidak cukup makan. Anaknya fatimah, isteri Ali bin Abi Thalib itu, dibiarkan bekerja sendiri, menimba dan menyapu, mencari kayu api dan pekerjaan-pekerjaan yang lain. Tatkala anaknya itu meminta seorang tawanan perang untuk membantunya dirumah, Nabi pun menjawab dengan marah, bahwa tawanan perang itu bukanlah untuk dijadikan budak. Dengan demikian, sahabat ini sangat dekat dengan Rasulullah SAW, karena sangat dekatnya hubungan darah dan hubungan perkawinan dengan Nbi. Dan oleh karena itu, beliau dipandang oleh ahli sufi sebagai orag yang banyak menerima ilmu-ilmu yang istimewa langsung dari Nabi yang tidak diberikan kepada orang lain.

3.        Sejarah Tasawuf Masa Tabi’in

Setelah periode sahabat, dalam sejarah perkembangannya, ajaran kaum sufi dapat dibedakan ke dalam beberapa periode, yang setiap periode mempunyai karakteristik masing-masing. Periode tersebut adalah: (1)Abad pertama dan kedua Hijriah, (2) abad ketiga dan keempat Hijriah, dan (4) abad keenam dan seterusnya. Melihat pada uraian diatas tampak bahwa ajaran kaum “sufi” pada abad pertama dan kedua bercorak akhlaki, yakni pendidikan moral dan mental dalam rangka pembersihan jiwa dan raga dari dari pengaruh-pengaruh duniawi. Dengan kata lain, ajaran mereka mengajak kaum muslimin untuk hidup zuhd sebagaimana yang diajarkan dan dipraktekkan oleh Nabi SAW dan para sahabat besar. Dalam hubungan ini.al-Taftazani meringkaskan bahwa ajaran zuhd pada masa ini mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a.     Ajaran Zuhd berdasarkan untuk menjauhi hal-hal duniawi demi meraih pahala akhirat; dan memelihara diri dari azab neraka. Ide ini berakar dari ajaran-ajaran Al-Qur’an dan Sunnah, serta dampak berbagai kondisi sosio-politik yang berkembang dalam masyarakat Islam ketika itu.
b.    Ajaran zuhd bersifat praktis; dan para pendirinya tidak menaruh perhatian buat menyusun prinsip-prinsip teoretis atas ajarannya itu. Sedang sarana-saran praktisnya adalah hidup dalam ketenangan dan kesederhanaan, sedikit makan dan minum, banyak beribadah dan mengingat Allah, merasa sangat berdosa, tunduk secara total kepada kehendak Allah dan berserah diri kepada-Nya. Dengan demikian, ajaran zuhd ini mengarah kepada pembianaan moral.
c.     Motivasi lahirnya hidup zuhd ini adalah rasa takut, yaitu rasa takut yang muncul dari landasan amal keagamaan secara sungguh-sungguh. Sedang pada akhir abad kedua Hijriah, ditangan Rabi’ah al-Adawaiyah, muncul motivvasi cinta kepada Allah, yang bebas dari rasa takut terhadap azabNya maupun rasa terhadap pahalaNya.
d.    Ajaran Zuhd yang disampaiakan oleh sebagian kaum Zahid pada peride terakhir, khususnya di khurasan, dan dan pada Rabi’ah al-Adawiyah, ditandai kedalaman membuat analisis yang bisa sebagai fase pendahuluan tasawuf, tidak dipandang sebagai para sufi dalam pengertiannya yang sempurna. Mereka lebih tepat dipandang sebagai cikal-bakal para sufi abad ketiga dan keempat Hijriah.[21]
Menurut Al-Taftazani, selanjutnya, pada zahid sampai akhir abad kedua Hijriah belum dapat dipandan sebagai para sufi. Disini, katanya, lebih tepat disbut dengan zahid, nasik, qari’ dan sebaginya.[22] Berikut beberapa tokoh-tokoh ulama sufi tabi’in, antara lain:
1)      Al-Hasan Al-Bashri, Lahir di Madinah 21H/642M dan meninggal di Bashrah 110H/728 M. Beliau ulama sufi yang belajar tasawuf dari Imam Khudzaifah bin Yaman. Ia dikenal sebagai ulama sufi’ yang sangat zuhd terhadap kehidupan duniawi. Beliau mengungkapkan: “Barangsiapa yang menyertai perasaan ingin memiliki dunia maka akan dibuat menderita oleh dunia serta diantarkan pada hal-hal tidak tertanggungkan oleh kesabarannya.”[23]
2)      Sufyan bin Sa’id Ats-Tsuri. Lahir di Kuffah 97H/715M dan meninggal di Basrah pada tahun 161H/778M. Beliau berguru kepada Hasan al-Bashri. Selain ahli tasawuf ia juga menguasai berbagai bidang ilmu keislaman seperti hadits dan teologi..
3)      Rabi’ah al-Adawiyah. Lahir di Basrah 96H/713M dan meninggal pada tahun 185H/801M. Ahli tasawuf dari kalangan wanita, selain penganut faham zuhud, ia juga menonjolkan filsafah “al-hub” atau mahabbah (cintanya hanya kepada Allah) dan syauq (hanya rindu kepada Allah).

C.  KESIMPULAN

1.      Sejarah perkembangan tasawuf masa Rasul, beliau berkahalwat di Gua Hira bersama Abu bakar, memperbanyak berdzikir dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Bertujuan untuk mendekatkan manusia sedekat mungkin dengan membersihkan jiwanya sebersih mungkin dan menghiasi diri dengan akhlak yang terpuji. Lalu berdakwah sedikit demi sedikit dakwah itu diterima oleh para sahabat yang tertarik dengan ajaran Rasul dan mengakui bahwa ajaran yang dibawa oleh Rasul adalah ajaran yang benar.
2.      Sahabat ialah mereka yang mengenal dan melihat langsung Nabi Muhammad, membantu perjuangannya dan meninggal dalam keadaan muslim. Beberapa sahabat yang mencontoh kehidupan sederhana Rasul dan tergolong sufi di abad pertama, juga berfungsi maha guru bagi pendatang dari luar kota madinah, yang tertarik pada kehidupan sufi antara lain: Abu Bakar Shiddiq,Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib
3.       Ajaran tasawuf  pada masa Tabi’in adalah perkembangan Ilmu Tasawuf pada masa setelah Rasullah SAW, yaitu masa-masa dimana orang-orang masih berjumpa dengan sahabat yang tentunya telah melihat Rasulullah secara langsung. periode Tabi’in muncul (abad ke-1 dan ke-2 H). tokoh-tokoh tabi’in antara lain: Al-Hasan Al-Bashri, Sufyan bin Sa’id Ats-Tsuri, Rabi’ah Adawiyah.

REVERENSI

1.      Departemen Agama RI, 1981/1982, Pengantar Ilmu Tasawuf, Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri Sumatera Utara. Medan.
2.      Ris’an Rusli. 2013. Tasawuf dan Tarekat. Jakarta: Rajawali Pers.
3.      Abubakar Aceh. 1987. Sejarah Sufi dan tasawuf. Solo: Ramadhani.
4.      Ahmad Bangun Haji Nasution. 2013. Akhlak Tasawuf: Pengenalan, pemahaman, dan pengaplikasiannya. Jakarta: Rajawali Pers.
5.      Abubakar Aceh. 1996. Pengantar Ilmu Tarekat. Solo: Ramadhani.
6.      Mahjuddin. 2000. Konsep Dasar Pendidikan Akhlak. Jakarta: Kalam Mulia.
7.      Al-Mundziri. at-Taghrib wa at-Tarhib. IV/187
8.      Wahab al-Sya’rani. Tabaqat al-Kubra (Terjemah oleh:Abs al-Hamid Ahmad Hanafi) Mesir.
9.      Jalaludin Abd al-Rahman bin Abi Bakr al-Sayuti. 2012. Al Jami’u al-Sagir.
10.  Hasan Ibrahim Hasan. 1979. Tarikh al-Islam.  I, Maktab al-Nahdah al-Misriyah, cairo, 1979,
11.  Abi al-Wafa’ al-Ganimi, Madkhal ila Al-Tasawwuf al-islami, Dar al-Saqafah li al-Tiba’ah wa Al-Nasyr, Cairo. 1979 (Terjemah)
12.  Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya, Pustaka Panjimas, Jakarta, 1984, hlm.34


[1] Departemen Agama RI, Pengantar Ilmu Tasawuf, Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri Sumatera Utara, Medan, 1981/1982. hlm. 35
[2] Ris’an Rusli, Tasawuf dan Tarekat, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013). Cet. Ke-1, hlm 9
[3] Al-Mundziri, at-Taghrib wa at-Tarhib. Jakarta, hlm. 187.
[4] Ahmad Bangun Haji Nasution. Akhlak Tasawuf: Pengenalan, pemahaman, dan pengaplikasiannya. Jakarta: Rajawali Pers, 2013, hlm. 169.
[5] Ibid. Tasawuf dan tarekat,, hlm. 194-195
[6] Wahab al-Sya’rani, Tabaqat al-Kubra, I, Abs al-Hamid Ahmad Hanafi, Mesir,hlm.402.
[7] Asmaran,1996,  Pengantar Studi Tasawuf, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Cet ke-2. Hlm 215.
[8] Aboebakar Aceh, Pengantar Sejarah Sufi & Tasawuf, Ramadhani, solo, 1984, hlm 237-8.
[9] Ibid. Pengantar Sejarah Sufi, hlm. 51.
[10] Wahab al-Sya’rani, Tabaqat al-Kubra, I, Abs al-Hamid Ahmad Hanafi, Mesir, hlm. 12-16.
[11] Mahjuddin, Konsep Dasar Pendidikan Akhlak, Jakarta: Kalam Mulia, 2000, hlm. 21.

[12] Ibid. Sejarah dan tarekat, hlm. 239-240.
[13] Ibid. Pengantar studi Tasawuf, hlm. 218
[14] Jalaludin Abd al-Rahman bin Abi Bakr al-Sayuti, Al Jami’u al-Sagir, hlm. 6
[15] Kaum Syi’ah, misalnya, menolak kers ketokohan Umar khususnya kalangan ekstem (al-gulat) dari mereka, yang moderat pun masih melihat pada Umar hal-hal yang menyimpang dari agama. Atau, seperti dikatakan oleh seorang ulama syi’ah, Muhammad al-Kashif al-Gita, banyak tindakan Umar, seperti dalam kasus ia melarang nikah mut’ah, adalah semata-mata tindakan sosial politik yang tidak  ada sangkut-pautnya dengan soal keagamaan (Lihat: Nurcholis Madjid, “Pertimbangan Kemaslahatan dalam Menangkap Makna dan Semangat Ketentuan Keagamaa,, kasus Ijtihad Umar ibn al-Khattab” dalam, Polemik Reaktualisasi Ajaran Islam,hlm 13).
[16] Ibid.Pengantar Tasawuf dan Tarekat. hlm. 222
[17] Hasan Ibrahim Hasan. Tarikh al-Islam, I, Maktab al-Nahdah al-Misriyah, cairo, 1979, hlm. 256
[18] Ibid, Al-Taftazani, hlm. 52
[19] Ibid, Al-Taftazani, hlm. 53
[20] Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya, Pustaka Panjimas, Jakarta, 1984, hlm.34
[21] Abi al-Wafa’ al-Ganimi, Madkhal ila Al-Tasawwuf al-islami, Dar al-Saqafah li al-Tiba’ah wa Al-Nasyr, Cairo, 1979, hlm. 90
[22] Ibid,Tasawuf dan Pemurniannya,  hlm. 91                                                                                        
[23] Ibid, Al-Taftazani, hlm. 75

3 komentar:

  1. terimakasih atas makalahnya ini, semoga ada manfaatnya bagi anda dam umat islam

    BalasHapus
  2. maksudnya "silam" itu apa ya? di bagian sahabat abu bakar

    BalasHapus
  3. kaum "musyrikin" atau "muslimin" ?? di bagian abu bakar

    BalasHapus